JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa Ujian Nasional (UN) dapat menggenjot semangat siswa untuk belajar. Pasalnya, para siswa tersebut akan berusaha sekuat mungkin memeroleh nilai sesuai ambang batas kelulusan UN.
“Kalau ada UN masih enggak belajar, apalagi kalau enggak ada UN,” kata pria yang akrab disapa JK ini seusai memberi paparan di acara Konvensi UN, di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
Menurutnya, saat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Presiden, ada beberapa daerah yang memiliki kultur belajar rendah bila dibandingkan dengan daerah lain. Salah satu pemicunya adalah sistem evaluasi pendidikan nasional melalui UN belum berjalan seperti sekarang.
Namun saat ini, JK menilai kultur belajar siswa di Indonesia telah banyak mengalami peningkatan. Sejalan dengan semangat pemerintah untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan mutu tenaga pengajarnya.”Sekarang semangat belajar juga naik. Negara maju seperti Amerika juga ada evaluasi seperti ini (UN),” ujarnya.
Sebelumnya, saat memberi paparan tentang peran strategis UN sebagai pengendali mutu pendidikan di acara Konvensi UN, JK menyampaikan, UN sejak awal sengaja digelar untuk tujuan yang baik. Ia sangat yakin, secara bertahap, manfaat positif dalam UN akan nampak dengan sendirinya.
Kalaupun ada yang harus dievaluasi, lanjutnya, posisinya hanya pada evaluasi teknis penyelenggaraan UN. Ia menyoroti masih banyak hal yang harus diperkuat dalam hal pencetakan dan pendistribusian soal, serta dalam menutup celah terjadinya praktik kecurangan.
Menurut JK, UN bukanlah hal baru di Indonesia. Karena di medio 1960-an, evaluasi pendidikan serupa juga pernah digelar dengan nama ujian negara, meski berubah nama menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan kini menjadi Ujian Nasional (UN). Ia menegaskan, semua perubahan itu hanya memiliki satu maksud, yakni untuk memperbaiki sistem dan hasil pendidikan nasional. Ia menjamin, di berbagai negara maju di dunia juga ada evaluasi seperti UN yang digelar di Indonesia.
“Kalau ada yang harus dievaluasi itu hanya hal-hal teknis, tapi bukan untuk mengubah hal-hal penting. Maka kalau ada yang mengatakan UN harus dihentikan, itu keliru,” tandasnya.
Konvensi UN dirancang oleh Kemendikbud. Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung pada 26 dan 27 September 2013 ini menghadirkan para pegiat pendidikan untuk bersama-sama menentukan format UN yang terbaik pada pelaksanaan UN tahun ajaran ini.
Kemendikbud sudah menggelar Pra-Konvensi UN di tiga kota di Indonesia, yakni Denpasar, Medan, dan Makassar. Ketiga kota itu dipilih dimaksudkan untuk mewakili Indonesia bagian tengah, Indonesia bagian barat, serta Indonesia bagian timur.
Pra-Konvensi dari masing-masing daerah membawa usulan manajemen UN, terutama tentang persentase nilai kelulusan. Diusulkan juga masalah pencetakan serta distribusi soal UN, apakah akan dipusatkan atau dilaksanakan di masing-masing provinsi.
Sumber : kompas.com