BOGOR, KOMPAS.com- Berbagai kebijakan pendidikan tidak berdasarkan hasil riset dan analisis yang mendalam. Riset pendidikan selama ini hanya bersifat reaktif dan hanya menjadi solusi masalah jangka pendek. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki strategi kebijakan pendidikan jangka panjang.
Demikian mengemuka dalam lokakarya Penajaman Peran dan Fungsi Balitbang dalam rangka Reformasi Birokrasi yang berlangsung Sabtu hingga Minggu (23/10/2011), di Bogor.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengakui, seharusnya hasil riset isu-isu pendidikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa ditindaklanjuti menjadi kebijakan. Apapun kebijakan pemerintah seharusnya dibuat berdasarkan hasil kajian dan analisis dari balitbang.
Riset jangan hanya dilakukan internal dan parsial. Agar riset bisa menjadi kebijakan, pihak lain seperti daerah dan lembaga penelitian harus ikut dilibatkan. Ini yang belum dilakukan, kata Musliar.
Sofian Effendi, anggota tim Reformasi Birokrasi Nasional Wakil Presiden RI, mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung reaktif dan dirumuskan tidak untuk memecahkan masalah jangka panjang. Padahal Indonesia membutuhkan perubahan strategi pendidikan 20-30 tahun ke depan.
Seharusnya, tugas paling pokok balitbang membuat kajian kebijakan jangka panjang, melihat perkembangan Indonesia 25 tahun ke depan. Apa masalah yang akan dihadapi dan bagaimana SDM yang harus dicetak, kata Sofian.
Hasil riset dan analisis balitbang itulah yang kemudian menjadi pegangan mendikbud untuk pelaksanaannya. Bukan sebaliknya seperti yang terjadi sekarang.
Selama ini, kata Sofian, Balitbang hanya sibuk mencari justifikasi dari pernyataan atau kebijakan menteri. Tugas balitbang, kata Sofian, bukan melakukan penelitian murni tentang isu-isu pendidikan karena itu bisa dilakukan perguruan tinggi yang jelas memiliki lebih banyak SDM. Balitbang seharusnya melakukan manajemen riset atau kajian kebijakan.
Mereka harus melakukan policy research. Bukan scientific research seperti sekarang. Untuk bisa policy research, Balitbang perlu analis-analis kebijakan. Bukan peneliti, kata Sofian.
Kepala Balitbang Kemdikbud Khairil Anwar Notodiputro berencana mengembangkan riset kebijakan yang responsif, antisipatif, dan futuristik. Ia berharap reformasi peran dan fungsi balitbang bisa mengembangkan mutu hasil litbang sehingga bisa menjadi penunjuk jalan bagi perubahan di pendidikan dan kebudayaan.
Namun sebelum bisa melakukan itu, peran dan fungsi Balitbang harus diperkuat. Salah satunya dengan mengubah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2006 tentang fungsi dan peran Balitbang, yakni mengadakan penelitian dan pengembangan.
Anggota Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mendesak pemerintah mengubah permendiknas itu sehingga Balitbang bisa menjadi motor reformasi internal. Melalui riset dan analisis kebijakan yang melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan LSM maka potensi penyimpangan bisa diperkecil.
Penggunaan anggaran pendidikan hanya 40 persen saja yang efektif. Sisanya tidak efektif karena tidak tepat sasaran dan tidak tepat waktu. Kenapa? Karena tidak ada analisis kebijakan.
Sumber: Kompas.Com