Pendidikan merupakan hak bagi semua rakyat. Menurut ajaran agamapun, manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan. Selain itu, pendidikan merupakan faktor penting dalam memajukan bangsa dan negara.
Berdasarkan perumusan dalam undang-undang, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal Ayat 1). Berarti, pendidikan merupakan faktor utama menjadikan manusia bermanfaat dan berguna dalam kehidupan.
Sesuai dengan amanat undang-undang, fungsi dari pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya, supaya berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adanya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menandakan bahwa negara memiliki tanggung-jawab dalam akses pendidikan terhadap rakyat. Dengan berlandasan pada Pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berdasarkan landasan, fungsi dan tujuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh undang-undang, seharusnya hal ini dapat menjadikan pendidikan Indonesia menjadi lebih maju. Dapat menghasilkan peserta didik yang berkompeten dan bermatabat. Namun hal ini belum terwujud sepenuhnya. Masih ada berbagai kendala dan masalah yang seharusnya tidak terjadi dalam dunia pendidikan. Tidak hanya peserta didik saja yang bermasalah, beberapa oknum guru dan para petinggi yang memimpin lembaga pendidikanpun masih ‘sakit’ dalam melaksanakan tugasnya. Sebut sajalah seperti kasus korupsi pengandaan fasilitas pendidikan, guru yang berbuat asusila terhadap muridnya, kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, hingga tawuran yang menimbulkan korban jiwa. Ini sederet potret betapa buramnya pendidikan, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang mencoreng pendidikan di negeri ini.
Tindakan ini tentunya banyak menimbulkan kerugian. Seharusnya pendidikan yang diamanatkan oleh undang-undang, mampu menghadirkan insan yang cerdas dan berakhlak mulia. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa. Hal inilah yang menimbulkan sejumlah pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi pada dunia pendidikan di negeri ini? Atau apakah ini merupakan kesalahan kurikulum?
Moral dan Mental Pendidikan
Perkembangan zaman menjadikan dunia nampak semakin tua, manusia semakin cerdas, pengetahuan semakin dewasa, dan teknologipun semakin canggih. Tapi, di balik semua itu apakah kehidupan sudah semakin nyaman dan semakin sejahtera? Kehidupan terlihat semakin mundur dan terpuruk, reformasi kebablasan, korupsi semakin terang-terangan dan merajalela, kekerasan dalam dunia pendidikan makin merasahkan, tawuran antar pelajarpun sudah menjadi trend sebagai cara untuk menunjukan eksistensi. Bangsa ini nampaknya sudah cukup lelah melihat, menyaksikan dan mengalami keadaan yang demikian.
Korbanpun terus ‘berjatuhan’. Fasilitas umum dan sarana-prasarana pendidikan banyak mengalami kerusakan, rasa takut untuk bersosialisasi dengan pelajar lainpun selalu ‘menghantui’ peserta didik di bangku sekolah. Tidak ada untungnya bagi pelaku atau korban, bahkan bagi bangsa, jika hal-hal demikian masih terjadi di negeri ini.
Sebagai bentuk dari proses pembentukan kepribadian, pendidikan sudah seharusnya memperhatikan moral dan mental dari peserta didik. Ketersediaan sumber daya manusia yang memilki otak yang cerdas dan watak yang baik sangat dibutuhkan. Mencermati fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan di negeri ini, tentu menjadi kendala dalam mewujudkan keinginan tersebut. Dikarenakan perilaku peserta didik yang cendrung lemah dalam mengendalikan emosi. Begitupun sebaliknya, moral dan mental dari pendidik seharusnya dapat menjadi contoh bagi peserta didik.
Perlunya Pendidikan Moral
Bercermin dari peristiwa-peristiwa yang mencoreng dunia pendidikan, semuanya berawal dari moral dan mental pelaku dunia pendidikan. Mulai dari petinggi yang memimpin lembaga pendidikan, pendidik hingga peserta didik. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebuayaan tentang pendidikan berkarakter, tentu relevan dengan yang terjadi pada dunia pendidikan pada saat ini. Pendidikan berkarakter sesungguhnya adalah esensi dari pendidikan. Tetapi yang menjadi pentanyaan adalah apakah konsep pendidikan karekter tersebut dapat diterjemahkan dengan baik pada tataran pelaksanaan? Bagaimana implemntasi di lapangan? Kemudian, jika memang telah diterapkan, apa dan bagimana hasilnya?
Pendidikan di negeri ini mengalami kurangnya pelajaran yang membahas tentang moral. Seperti pelajaran agama, kewarganegaraan ataupun muatan lokal yang mengedepankan aspek moral dalam bahan ajarnya. Misalkan di Sumatera Barat, seperti pelajaran BAM (Budaya Alam Minangkabau), yang memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang nilai-nilai norma budaya di Minangkabau. Inilah yang harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan dalam dunia pendidikan. Apalagi jumlah jam pelajaran di Indonesia terlalu banyak, kesemua jam pelajaran itu lebih didominasi oleh pelajaran yang mengajak peserta didik ‘mengasah’ IQ nya saja. Padahal, untuk menjadikan manusia itu berguna tidak berpatokan pada kepintarannya saja, tapi bagaimana sikap dan mental dari peserta didik.
Banyak kasus orang pintar yang tidak memiliki moral yang baik akan mengahancurkan negara ini. Seperti kasus korupsi, teroris dan penipuan. Pendidikan moral sudah seharusnya diterapkan kepada peserta didik sejak dari dini. Sebagai langkah untuk mengantisipasi terjadinya tindak kekerasan dalam lembaga pendidikan, pendidikan moral diharuskan bagi peserta didik mulai sejak dini. Dengan moral yang terdidik, otak yang cerdas dan berkepribadian dengan akhak yang mulia, hal-hal ‘konyol’ dalam dunia pendidikan semoga tidak terjadi lagi. (*)
Sumber : padangekspres.co.id